Pages

Pages

24.9.15

Industri Canting Cap Batik antara Kian Sedikitnya Pengrajin dan Mahalnya Bahan Baku - Bag.1

Kota Pekalongan sebagai salah satu sentra Batik di Indonesia telah menjadi ikon industri fashion dunia, antara lain ditandai menjadi ajang Festival Batik maupun festival kota kretif Internasional yang juga di Pekalongan. Batik merupakan warisan budaya yang telah diakui UNESCO merupakan produk industri kreatif strategis berbasis budaya Indonesia yang harus dikembangkan secara inovatif dan modern. Pemkot Pekalongan melalui  Diskominfo sebagai agen Pemerintah yang bertanggung jawab mengembangkan Sistem Inovasi Daerah dan perluasan jaringan inovasi berbagai potensi untuk produk dan jasa yang berbasis ICT, termasuk innovasi pengembangan batik. Jenis batik yang sangat diminati pasar adalah batik cap, namun persoalan yang muncul adalah batik tradisonal cap kalah bersaing dengan produk teksil bermotif batik kontenporer yang memiliki variasi lebih beragam dengan harga lebih murah yang diimpor dari luar negeri. Kondisi saat ini proses produksi batik cap masih menggunakan canting cap batik (CCB). CCB selama ini dibuat dengan membentuk bahan tembaga dan kayu sesuai motif dengan cara manual yang memerlukan waktu yang lama dan variasi model yang terbatas (merujuk pakem). Terobosan inovatif diperlukan untuk proses pembuatan CCB guna menekan biaya, pengkayaan ragam motif, dan mengembangkan batik kontemporer berbasis budaya lokal.


Sebagimana diketahui, Batik di Indonesia telah mengalami dinamika perkembangan proses yang cukup signifikan. Pada awalnya hanya terdapat batik tulis yang dikerjakan oleh para pengrajin wanita menggunakan canting. Sekitar pertengahan abad ke-19, “canting berbentuk stampel cap” (biasanya disebut hanya“cap” saja) mulai dikembangkan. Model batik jenis cap ini yang selanjutnya banyak diminati dan diproduksi secara masal. Alat kerja utama batik cap adalah berupa canting cap. Canting cap ini berbentuk semacam stempel besar yang telah digambar pola batik. Pada umumnya bahan utama canting berupa tembaga yang dikombinasikan dengan besi. (id.wikipedia, 2012).  Semakin mahalnya harga tembaga (100.000 IDR; 2012) membuat pengrajin canting batik cap kesulitan membeli bahan baku utama, sehingga banyak sentra industri canting cap (Pekalongan, Indramayu dan Surakarta) gulung tikar karena tidak sesuai antara nilai jual produk canting dengan lamanya waktu desain, serta biaya produksi (Ekawati Elvi, 2006).

...
PROFIL PEMBUATAN CANTING CAP BATIK

Video Oleh: ribut achwandi Sumber: Youtube

Selain dengan model tembaga , tehnologi dan bahan canting cap juga mengalami dinamika, dengan dikenalnya model cap kayu (Gambar Slide).  Cap yang terbuat dari kayu ini awalnya dinilai lebih ekonomis dan lebih mudah pembuatannnya. Pola pada kayu diukir dan dibentuk seperti stempel sama halnya dengan cap tembaga.  Kendala yang muncul pada model ini adalah terdapat hanya sedikit warna yang meresap pada kain batik, karena lilin yang menempel pada kain terlalu tipis, sehingga terlihat gradasi warna pada pola antara pinggir motif dan tengahnya. Selain dari pada itu, material kayu juga tidak bertahan lama karena sering rompal (rusak) desainnya, sehingga durasi pemakaian alat canting cap berbahan kayu menjadi pendek dan secara umum akan mempengaruhi kualitas hasil batik yang dikerjakan pengrajin. Dalam dunia industri, sebenarnya teknologi bahan telah lama digunakan untuk mendesain material komponen industri,  dengan tingkat ketelitian dan kebutuhan desain presisi tinggi.

Inovasi dibutuhkan baik berkaitan dengan penelitian megenai bahan pengganti tebaga yang lebih baik serapan pada kain maupun bahan pengganti yang lebih murah dari tembaga.

Semarang, 23 September 2015
Iwan Polines (Iwan Hermawan).