Pages

Pages

5.9.11

Model Data Center pada Wide Enterprise

Teknologi informasi dewasa ini memiliki kecenderungan memunculkan ketergantungan yang dominan bagi tingkat hidup wide-enterprise. Perkembangan teknologi informasi yang semula sebagai alat dukung bagi proses bisnis, kini berkembang menjadi alat stategis yang melekat pada organisasi wide-enterprise. Fenomena ini meningkatkan peran vital keberadaan teknologi informasi dalam memberikan keterjaminan berlangsungnya operasional wide-enterprise secara keberlanjutan.

Seiring berkembangnya teknologi informasi pada wide-enterprise, probabilitas risiko kegagalan sistem dalam mendukung operasi organisasi menimbulkan dampak kerugian yang signifikan. Kerugian ini dapat berupa inefisiensi pengelolaan infrastruktur, tingginya beban finansial atas sistem, maupun munculnya loss benefit karena proses operasi yang tidak berjalan. Disaster alamiah, kegagalan hardware dan hilangnya data merupakan fenomena risiko yang perlu diperhitungkan. Pada saat komputer gagal, maka recovery time merupakan suatu hal yang krusial. Proses recovery time berbanding lurus dengan loss benefit sebagai dampak munculnya disaster. Proses loading, konfigurasi sistem operasi dan instalasi ulang software akan banyak menghabiskan produktifitas sumberdaya untuk melakukan disaster recovery.

Data center ( DC ) dapat digunakan sebagai suatu pendekatan disaster recovery. Metode Perencanaan arsitektur disaster recovery berbasis fremework data center memiliki langkah-langkah kerja yang terstruktur dalam perancangan desain, implementasi maupun pengembangannya, dibandingkan penanganan disaster recovery dengan metode lain, sehingga dengan mengimplementasi framework konsolidasi data center secara konsisten akan memberikan solusi efektif pada disaster recovery.

2. Pendahuluan Teknologi informasi telah mengalami pergeseran domain dalam eksistensinya, seiring dengan berkembangnya kebutuhan teknologi pada wide-enterprise. Resiko kegagalan sistem akan menimbulkan dampak kerugian yang signifikan. Disaster merupakan fenomena resiko yang berkorelasi dengan loss benefit. Pada saat komputer gagal, maka hal yang krusial adalah recovery time. Terhentinya layanan dan proses bisnis akan berimpas pada loss benefit yang diderita enterprise, sehingga kebutuhan disaster recovery yang efektif pada wide-enterprise menjadi kebutuhan yang esensial untuk dibangun.

Data Center (DC) merupakan salah satu alternatif pendekatan yang digunakan bagi disaster recovery, dimana DC merupakan pusat data dari kumpulan aplikasi kritis, media simpan dan kelengkapan infrastruktur, sedangkan konsolidasi DC merupakan proses yang melibatkan perencanaan taktis, optimasi, migrasi dari sistem dan fasilitas [6]. Implementasi DC adalah suatu pendekatan optimalisasi teknologi dalam satu atau lebih DC, bagi didapatkannya cost saving, peningkatan kinerja sistem serta mitigasi resiko. Konsolidasi DC melewati beberapa cara untuk meminimalkan kompleksitas. Pengurangan dilakukan pada sejumlah mungkin peralatan yang harus dikelola, dan sejumlah cara yang digunakan untuk mengelolanya, sehingga infrastruktur DC menjadi sederhana. Dengan infrastruktur yang sederhana akan mendorong terciptanya pengelolaan efektif, dan pada akhirnya akan berbanding terbalik dengan biaya pengelolaan dan Total Cost Ownership (TCO). Implementasi DC harus memastikan suatu pemahaman yang jelas dari kebutuhan bisnis, seperti melakukan prioritas pada aplikasi kritikal.

Kompleksitas DC diminimalkan dari beberapa aplikasi kunci yang dipilih. Aplikasi tersebut dilihat dalam hubungannya dengan kapabilitas disaster recovery untuk mendapatkan baseline organisasi. Disaster rocovery fokus pada restorasi segera mungkin dari infrastruktur dari munculnya disaster. Dengan melakukan identifikasi aplikasi kritis, menjadikan arsitektur DC mendapatkan tingkat avaliabilitas yang diinginkan. Hal yang penting bagi operasi adalah mendapatkan kebutuhan akurat dalam relasi pada aplikasi-aplikasi line bisnis wide-enterprise. Pemahaman akurat dari kebutuhan bisnis juga akan memastikan infrastruktur yang dibangun dengan optimal, sehingga dalam kajian pra-implementasi framework DC yang tidak kalah penting adalah melaksanakan analisis status (current state analysis) untuk memastikan pensejajaran antara bisnis dan teknologi.

Implementasi konsep DC telah berkembang namun belum banyak memiliki framework standar dalam perancangan arsitekturnya. Perencanan desain arsitektur disaster recovery berbasis framework DC merupakan bentuk disaster recovery yang baik, hal ini karena framework memiliki langkah-langkah kerja yang terstruktur dan terukur dalam perancangan desain, implementasi maupun pengembangannya dibandingkan penanganan disaster recovery dengan metode lain. Dalam kajian ini framework Omar Zaidi[10] digunakan sebagai dasar implementasi konsolidasi DC. Konsolidasi DC pada framework Omar Zaidi digerakkan oleh kebutuhan dari objektif enterprise. Framework mengidentifikasikan empat tahap: perencanaan, desain, implementasi dan operasi. Masing-masing tahap dari framework akan menunjuk beberapa lapisan, berupa lapisan bisnis, lapisan aplikasi dan lapisan infrastruktur. Pada bagian dari tiap tahapan dan lapisan merupakan kunci yang diperhitungkan dalam pembangunan DC secara efektif.

Metoda yang digunakan dalam mencari solusi permasalahan dari kebutuhan disaster recovery pada wide-enterprise adalah melakukan implementasi DC berbasis framework konsolidasi DC. Langkah-langkah yang dilakukan dalam implementasi framework DC :

3. Metoda
a. ) Memahami kebutuhan bisnis melalui mekanisme Business Impact Analysis (BIA). Langkah kunci DC dengan tingkat avaliabilitas yang tinggi adalah memberikan penilaian mengenai status dari operasional teknologi informasi untuk mengidentifikasi solusi optimum bagi proses bisnis dan layanan. b) Menetapkan Service Level Agreement (SLA). SLA merupakan penyediaan layanan pada matriks spesifik. SLA meminimumkan pemakaian layanan teknologi informasi yang berlebihan serta meningkatkan kepuasan user. Merupakan hal penting untuk membangun SLA selama konsolidasi DC, menciptakan ekspektasi user untuk didesain pada arsitektur pada biaya minimal. c) Membangun DC sebagai solusi disaster recovery berbasis framework, konsolidasi DC Omar Zaidi. Framework DC Omar Zaidi memiliki fleksibilitas terukur dalam implementasinya, yang dapat dikembangkan dalam berbagai lingkungan industri yang kompleks [10].
4. Kompleksitas Data Center
Hal substansial dalam implementasi DC adalah setiap aplikasi harus diperhatikan misi kritikal. Operasi DC seringkali tidak memiliki kontrol diluar sistem yang dikelola, maupun metodologi yang digunakan untuk mengelolannya. Untuk alasan ini, sangat umum bagi masing-masing aplikasi pada DC akan diimplementasikan dan dikelola secara berbeda. Dalam lingkungan operasi cenderung melakukan pengelolaan sistem secara reaktif. Jika ada sesuatu yang rusak, kondisi positifnya harus segera dibenahi dan berimbas pada recovery time. Kondisi normatif akan menuntut mengenai apa yang seharusnya terjadi, daripada mengelola pencegah masalah.

5. Nilai Manfaat Konsolidasi Data Center 


DC dapat dibangun dengan peralatan (device) yang minimum, namun memiliki kapabilitas tinggi. Alasan kunci konsolidasi adalah rusaknya peralatan dan biaya pengelolaan. Secara absolut penting untuk memahami fungsi dari peralatan yang berhubungan proses sebelum melakukan konsolidasi. Tahapan hirarki sebagai berikut alasan kunci memahami konsolidasi DC [4] :
a.) Melakukan reduksi sejumlah server. Komputer terdistribusi, satu aplikasi digunakan untuk tiap-tiap host server dan user log on pada aplikasi dari dekstop. Dengan menggunakan lebih sedikit server, akan memudahkan bagi departemen enterprise untuk melakukan pengelolaan. b) Efisiensi media simpan, dimana masing-masing server memiliki sekumpulan direct-attach storage yang menciptakan pulau-pulau media simpan. Dengan melakukan konsolidasi, manajemen space disk dapat lebih dioptimalkan. c) Mengurangi proses, Sekumpulan proses dijalankan pada masing-masing server dan aplikasi, sehingga berkurangnnya peralatan yang digunakan pada sistem berarti akan menciptakan efisiensi proses dari fungsional operasi bisnis. d) Mengurangi dukungan staf, semua peralatan dalam DC akan membutuhkan dukungan staf. Pada sistem ketrampilan administrator, database, dan network engineer akan menciptakan pemeliharaan yang mahal, dan dengan konsolidasi DC akan memungkinkan lebih sedikit dukungan staf. e) Mengurangi pengeluaran enterprise, menggantikan beberapa bagian dari peralatan dengan lebih sedikit hardware, akan membantu mengurangi TCO. Hal ini membuat lingkungan lebih sederhana, mudah dikelola, sehingga berdampak penurunan beban pemeliharaan hardware dan kebutuhan lebih sedikit akan proses dan staf. f) Meningkatkan reabilitas layanan, peralatan dan proses konsolidasi. Dengan pengelolaan terpusat dan lebih sedikit proses, selanjutnya lingkungan dapat dikelola dengan lebih efektif. Pengelolaan efektif berbanding lurus dengan reliabilitas layanan serta peningkatan waktu layanan (uptime).

6. Memahami Kebutuhan Bisnis dalam DC.
Pemahaman kebutuhan bisnis dalam implementasi DC adalah melaksanakan analisis status (current state analysis). Analisis status digunakan untuk menilai proses dan memastikan pensejajaran antara bisnis dan teknologi [4].
a). Analisis Status. Solusi avaliabilitas tinggi yang mencerminkan operasional dan bisnis, tidak hanya aset fisikal, namun juga hubungannya dengan resiko sistem, termasuk staf, pengetahuan, reputasi dan hal-hal yang tidak bisa diraba lainnya. b) Penilaian Resiko, tidak hanya mengacu kejadian yang tidak diinginkan, tapi juga mengenai kesempatan yang hilang. Beberapa metode untuk menggolongkan resiko, dimulai dari rekategorisasi resiko (fisikal dan reputasi) maupun analisis dalam pendekatan fungsional (finansial, distribusi). Identifikasi resiko dibutuhkan untuk diprioritaskan dalam pengelolaan sebelum difokuskan pada solusi kebutuhan. Potensi skala dari rasio terjadinya disaster: jarang (rare, skala 1), sedang (moderately likely, skala 2) , tinggi (highly likely, skala 3) dan sangat sering (fruent occurrence, skala 4). Penilaian dampak diaplikasikan terhadap resiko. Potensial skala sebagi berikut: dampak terkecil (minor impact, skala 1), dampak dalam waktu pendek (sangat signifikan apabila dampak diberikan dalam waktu yang panjang, skala 2), dampak signifikan pada waktu sedang (skala 3), dan dasar bagi kelanjutan operasi (skala 4). Suatu resiko dapat diidentifikasi dan diprioritaskan (pertama dengan nomer tertinggi), selanjutnya tim eksekutif akan mengevaluasi tingkat solusi. c) Penilaian Proses, dilakukan dalam bentuk analisis operasional berhubungan proses dan kebutuhan bisnis proses untuk mementukan nilai layanan maupun profil resiko bagi peningkatan kinerja operasional. d) Menyelengarakan Business Impact Analisis (BIA). BIA mendefinisikan fungsi layanan kritikal yang harus dilakukan recover setelah terjadinya disaster. Laporan BIA memberikan pemikiran bisnis mengenai identifikasi kebutuhan recovery.