9.6.11

Membangun Disaster Recovery System dengan Konsolidasi Data Center bagi Sebuah Perusahan Berskala Besar (Wide Enterprise) atau pada Jaringan Layanan Kota X-Smart City

Implementasi Framework Konsolidasi Data Center sebagai Solusi Disaster Recovery pada Wide Enterprise. Oleh : Iwan Hermawan. Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Manajemen Tehnologi V. “Meningkatkan Efisiensi Bisnis melalui Aplikasi Manajemen Tehnologi”. Institut Teknologi Surabaya, 3 Februari 2007. Prosiding Nasional ISBN : 979-99735-2-X.

Teknologi informasi dewasa ini memiliki kecenderungan memunculkan ketergantungan yang dominan bagi tingkat hidup wide-enterprise. Perkembangan teknologi informasi yang semula sebagai alat dukung bagi proses bisnis, kini berkembang menjadi alat stategis yang melekat pada organisasi wide-enterprise. Fenomena ini meningkatkan peran vital keberadaan teknologi informasi dalam memberikan keterjaminan berlangsungnya operasional wide-enterprise secara keberlanjutan. Seiring berkembangnya teknologi informasi pada wide-enterprise, probabilitas risiko kegagalan sistem dalam mendukung operasi organisasi menimbulkan dampak kerugian yang signifikan. Kerugian ini dapat berupa inefisiensi pengelolaan infrastruktur, tingginya beban finansial atas sistem, maupun munculnya loss benefit karena proses operasi yang tidak berjalan. Disaster alamiah, kegagalan hardware dan hilangnya data merupakan fenomena risiko yang perlu diperhitungkan. Pada saat komputer gagal, maka recovery time merupakan suatu hal yang krusial. Proses recovery time berbanding lurus dengan loss benefit sebagai dampak munculnya disaster. Proses loading, konfigurasi sistem operasi dan instalasi ulang software akan banyak menghabiskan produktifitas sumberdaya untuk melakukan disaster recovery. Data Center ( DC ) dapat digunakan sebagai suatu pendekatan disaster recovery. Metode Perencanaan arsitektur disaster recovery berbasis fremework data center memiliki langkah-langkah kerja yang terstruktur dalam perancangan desain, implementasi maupun pengembangannya, dibandingkan penanganan disaster recovery dengan metode lain, sehingga dengan mengimplementasi framework konsolidasi data center secara konsisten akan memberikan solusi efektif pada disaster recovery.
Kata Kunci : Disaster Recovery, Framework, Konsolidasi, Data Center, Wide-enterprise

Pendahuluan
Teknologi informasi telah mengalami pergeseran domain dalam eksistensinya, seiring dengan berkembangnya kebutuhan teknologi pada wide-enterprise. Resiko kegagalan sistem akan menimbulkan dampak kerugian yang signifikan. Disaster merupakan fenomena resiko yang berkorelasi dengan loss benefit. Pada saat komputer gagal, maka hal yang krusial adalah recovery time. Terhentinya layanan dan proses bisnis akan berimpas pada loss benefit yang diderita enterprise, sehingga kebutuhan disaster recovery yang efektif pada wide-enterprise menjadi kebutuhan yang esensial untuk dibangun.

Data Center (DC) merupakan salah satu alternatif pendekatan yang digunakan bagi disaster recovery, dimana DC merupakan pusat data dari kumpulan aplikasi kritis, media simpan dan kelengkapan infrastruktur, sedangkan konsolidasi DC merupakan proses yang melibatkan perencanaan taktis, optimasi, migrasi dari sistem dan fasilitas [6]. Implementasi DC adalah suatu pendekatan optimalisasi teknologi dalam satu atau lebih DC, bagi didapatkannya cost saving, peningkatan kinerja sistem serta mitigasi resiko. Konsolidasi DC melewati beberapa cara untuk meminimalkan kompleksitas. Pengurangan dilakukan pada sejumlah mungkin peralatan yang harus dikelola, dan sejumlah cara yang digunakan untuk mengelolanya, sehingga infrastruktur DC menjadi sederhana. Dengan infrastruktur yang sederhana akan mendorong terciptanya pengelolaan efektif, dan pada akhirnya akan berbanding terbalik dengan biaya pengelolaan dan Total Cost Ownership (TCO). Implementasi DC harus memastikan suatu pemahaman yang jelas dari kebutuhan bisnis, seperti melakukan prioritas pada aplikasi kritikal. Kajian Ilmiah mengenai Kerangka Kerja untuk Membuat Pusat Data atau di Kenal dengan nama Data Center pada Perusahaan Besar atau bahkan sebuah layanan eGoverement dalam sebuah kota untuk segera Menangani Perbaikan Bencana Disaster Recovery secara Cepat dan Akurat perlu dikembangkan.


Video Data Center Milik Google
Sumber: Google for Work

Kompleksitas DC diminimalkan dari beberapa aplikasi kunci yang dipilih. Aplikasi tersebut dilihat dalam hubungannya dengan kapabilitas disaster recovery untuk mendapatkan baseline organisasi. Disaster rocovery fokus pada restorasi segera mungkin dari infrastruktur dari munculnya disaster. Dengan melakukan identifikasi aplikasi kritis, menjadikan arsitektur DC mendapatkan tingkat avaliabilitas yang diinginkan. Hal yang penting bagi operasi adalah mendapatkan kebutuhan akurat dalam relasi pada aplikasi-aplikasi line bisnis wide-enterprise. Pemahaman akurat dari kebutuhan bisnis juga akan memastikan infrastruktur yang dibangun dengan optimal, sehingga dalam kajian pra-implementasi framework DC yang tidak kalah penting adalah melaksanakan analisis status (current state analysis) untuk memastikan pensejajaran antara bisnis dan teknologi.

Implementasi konsep DC telah berkembang namun belum banyak memiliki framework standar dalam perancangan arsitekturnya. Perencanan desain arsitektur disaster recovery berbasis framework DC merupakan bentuk disaster recovery yang baik, hal ini karena framework memiliki langkah-langkah kerja yang terstruktur dan terukur dalam perancangan desain, implementasi maupun pengembangannya dibandingkan penanganan disaster recovery dengan metode lain. Dalam kajian ini framework Omar Zaidi[10] digunakan sebagai dasar implementasi konsolidasi DC. Konsolidasi DC pada framework Omar Zaidi digerakkan oleh kebutuhan dari objektif enterprise. Framework mengidentifikasikan empat tahap: perencanaan, desain, implementasi dan operasi. Masing-masing tahap dari framework akan menunjuk beberapa lapisan, berupa lapisan bisnis, lapisan aplikasi dan lapisan infrastruktur. Pada bagian dari tiap tahapan dan lapisan merupakan kunci yang diperhitungkan dalam pembangunan DC secara efektif.

Metoda
Metoda yang digunakan dalam mencari solusi permasalahan dari kebutuhan disaster recovery pada wide-enterprise adalah melakukan implementasi DC berbasis framework konsolidasi DC. Langkah-langkah yang dilakukan dalam implementasi framework DC :
a). Memahami kebutuhan bisnis melalui mekanisme Business Impact Analysis (BIA). Langkah kunci DC dengan tingkat avaliabilitas yang tinggi adalah memberikan penilaian mengenai status dari operasional teknologi informasi untuk mengidentifikasi solusi optimum bagi proses bisnis dan layanan.
b). Menetapkan Service Level Agreement (SLA). SLA merupakan penyediaan layanan pada matriks spesifik. SLA meminimumkan pemakaian layanan teknologi informasi yang berlebihan serta meningkatkan kepuasan user. Merupakan hal penting untuk membangun SLA selama konsolidasi DC, menciptakan ekspektasi user untuk didesain pada arsitektur pada biaya minimal.
c). Membangun DC sebagai solusi disaster recovery berbasis framework, konsolidasi DC Omar Zaidi. Framework DC Omar Zaidi memiliki fleksibilitas terukur dalam implementasinya, yang dapat dikembangkan dalam berbagai lingkungan industri yang kompleks [10].


Hasil dan Diskusi.
Konsolidasi DC sebagai solusi dari penanganan disaster merupakan suatu kajian yang kompleks. Implentasi DC akan melibatkan solusi kosolidasi pada lapisan bisnis, aplikasi serta infrastruktur. Implementasi DC yang efektif akan sejalan dengan peningkatan kinerja sistem dan alokasi biaya TCO secara optimal.
 5. 1. Kompleksitas Data Center
Hal substansial dalam implementasi DC adalah setiap aplikasi harus diperhatikan misi kritikal. Operasi DC seringkali tidak memiliki kontrol diluar sistem yang dikelola, maupun metodologi yang digunakan untuk mengelolannya. Untuk alasan ini, sangat umum bagi masing-masing aplikasi pada DC akan diimplementasikan dan dikelola secara berbeda. Dalam lingkungan operasi cenderung melakukan pengelolaan sistem secara reaktif. Jika ada sesuatu yang rusak, kondisi positifnya harus segera dibenahi dan berimbas pada recovery time. Kondisi normatif akan menuntut mengenai apa yang seharusnya terjadi, daripada mengelola pencegah masalah.

5.2. Nilai Manfaat Konsolidasi Data Center
DC dapat dibangun dengan peralatan (device) yang minimum, namun memiliki kapabilitas tinggi. Alasan kunci konsolidasi adalah rusaknya peralatan dan biaya pengelolaan. Secara absolut penting untuk memahami fungsi dari peralatan yang berhubungan proses sebelum melakukan konsolidasi. Tahapan hirarki sebagai berikut alasan kunci memahami konsolidasi DC [4] :
a). Melakukan reduksi sejumlah server. Komputer terdistribusi, satu aplikasi digunakan untuk tiap-tiap host server dan user log on pada aplikasi dari dekstop. Dengan menggunakan lebih sedikit server, akan memudahkan bagi departemen enterprise untuk melakukan pengelolaan.
b). Efisiensi media simpan, dimana masing-masing server memiliki sekumpulan direct-attach storage yang menciptakan pulau-pulau media simpan. Dengan melakukan konsolidasi, manajemen space disk dapat lebih dioptimalkan.
c). Mengurangi proses, Sekumpulan proses dijalankan pada masing-masing server dan aplikasi, sehingga berkurangnnya peralatan yang digunakan pada sistem berarti akan menciptakan efisiensi proses dari fungsional operasi bisnis.
d). Mengurangi dukungan staf, semua peralatan dalam DC akan membutuhkan dukungan staf. Pada sistem ketrampilan administrator, database, dan network engineer akan menciptakan pemeliharaan yang mahal, dan dengan konsolidasi DC akan memungkinkan lebih sedikit dukungan staf.
e). Mengurangi pengeluaran enterprise, menggantikan beberapa bagian dari peralatan dengan lebih sedikit hardware, akan membantu mengurangi TCO. Hal ini membuat lingkungan lebih sederhana, mudah dikelola, sehingga berdampak penurunan beban pemeliharaan hardware dan kebutuhan lebih sedikit akan proses dan staf.
f). Meningkatkan reabilitas layanan, peralatan dan proses konsolidasi. Dengan pengelolaan terpusat dan lebih sedikit proses, selanjutnya lingkungan dapat dikelola dengan lebih efektif. Pengelolaan efektif berbanding lurus dengan reliabilitas layanan serta peningkatan waktu layanan (uptime).

5.3. Memahami Kebutuhan Bisnis dalam DC.
Pemahaman kebutuhan bisnis dalam implementasi DC adalah melaksanakan analisis status (current state analysis). Analisis status digunakan untuk menilai proses dan memastikan pensejajaran antara bisnis dan teknologi [4].
a). Analisis Status. Solusi avaliabilitas tinggi yang mencerminkan operasional dan bisnis, tidak hanya aset fisikal, namun juga hubungannya dengan resiko sistem, termasuk staf, pengetahuan, reputasi dan hal-hal yang tidak bisa diraba lainnya.
b). Penilaian Resiko, tidak hanya mengacu kejadian yang tidak diinginkan, tapi juga mengenai kesempatan yang hilang. Beberapa metode untuk menggolongkan resiko, dimulai dari rekategorisasi resiko (fisikal dan reputasi) maupun analisis dalam pendekatan fungsional {finansial, distribusi}. Identifikasi resiko dibutuhkan untuk diprioritaskan dalam pengelolaan sebelum difokuskan pada solusi kebutuhan. Potensi skala dari rasio terjadinya disaster: jarang [rare, skala 1], sedang [moderately likely, skala 2] , tinggi [highly likely, skala 3] dan sangat sering [fruent occurrence, skala 4]. Penilaian dampak diaplikasikan terhadap resiko. Potensial skala sebagi berikut: dampak terkecil [minor impact, skala 1], dampak dalam waktu pendek [sangat signifikan apabila dampak diberikan dalam waktu yang panjang, skala 2], dampak signifikan pada waktu sedang [skala 3], dan dasar bagi kelanjutan operasi [skala 4]. Suatu resiko dapat diidentifikasi dan diprioritaskan , selanjutnya tim eksekutif akan mengevaluasi tingkat solusi.
c). Penilaian Proses, dilakukan dalam bentuk analisis operasional berhubungan proses dan kebutuhan bisnis proses untuk mementukan nilai layanan maupun profil resiko bagi peningkatan kinerja operasional.
d). Menyelengarakan Business Impact Analisis (BIA). BIA mendefinisikan fungsi layanan kritikal yang harus dilakukan recover setelah terjadinya disaster. Laporan BIA memberikan pemikiran bisnis mengenai identifikasi kebutuhan recovery.

5.4. Teknologi bagi Tingkat Bisnis Berkelanjutan
Teknologi informasi menciptakan evolusi dengan membangun tingkat dasar avaliabilitas layanan yang sesuai kebutuhan bisnisnya. Hal esensial dalam operasional teknologi informasi adalah mendapatkan sekumpulan kebutuhan akurat yang sesuai dalam relasi pada aplikasi-aplikasi bisnisnya. Meta Group[5] mendefinisikan empat kategori layanan dalam mendukung kelanjutan bisnis dalam, lingkup disaster recovery :
a.Layanan Platinum: akan memberikan kelanjutan avaliabilitas dengan sebuah Recovery Time Objective (RTO) dan Recovery Point Objective (RPO) nol. Hal ini membutuhkan kebutuhan sinkronisasi replikasi yang memastikan zero data loss dalam kasus disaster. Secara khusus untuk menemukan tingkat layanan, organisasi akan membutuhkan dua DC dengan jarak paling sedikit 50 mil terpisah (memastikan sinkronisasi replikasi data tanpa dampak kinerja aplikasi yang serius). Layanan platimum memiliki batasan kerja pada aplikasi yang memiliki dampak pendapatan tertinggi (high revenue impact application).
b.Layanan Gold, akan didasarkan pada controller media simpan berdasarkan pada replikasi data, dengan sebuah RTO dari delapan jam dan RPO kurang dari 60 menit. Dalam layanan ini, sebuah DC kedua dibutuhkan dengan menekankan pentingnya salinan semua data dan aplikasi.
c.Layanan Silver, akan memanfaatkan tape-base backup, dengan backup mingguan secara penuh berdasarkan penambahan harian. RTO kurang dari 72 jam, dan RPO dalam satu hari (backup tambahan terakhir). Dalam konteks ini operasi teknologi informasi seharusnya memiliki proses operasional yang baik dalam tempat melancarkan disaster recovery.
d.Layanan Bronze: kategori ini mendefinisikan usaha terbaik disaster recovery dengan tidak ada layanan pihak ketiga. Secara khusus, backup mingguan akan menjaga off-site, dengan backup tambahan yang terjaga. Enterprise yang menggunakan model layanan bronze akan mempertaruhkan kemungkinan rendahnya kegagalan DC. RTO adalah lebih satu minggu dengan sebuah RPO satu hari (backup tambahan terakhir).

5.5 Framework dan Implementasi Konsolidasi DC
Pemahaman implementasi lebih lanjut dimulai dari pemahaman definisi framework, arsitektur framework DC, yang selanjutnya akan dilakukan implementasi DC dalam kapasitasnya sebagai alternatif disaster recovery.

5.5.1. Definsi Framework
Framework didefinisikan sebagai: A simple model of an entire subject, “model sederhana dari keseluruhan subjek ” atau A simple classification system of an entire subject “ sistem klasifikasi sederhana dari keseluruhan subjek” [11].
5.5.2 Framework Konsolidasi DC [Omar Zaidi]
Dalam framework yang dibangun Omar Zaidi mendefiniskan konsolidasi dalam lima tipe, yaitu berupa konsolidasi fisikal, standardisasi peralatan, konsolidasi server-media simpan, dan konsolidasi aplikasi[10]. Selanjutnya pada framework yang ditunjukkan pada Gambar1, implementasi DC meliputi empat tahap dari pembangunan. Tahapan tersebut berupa fase perencanaan, fase desain, fase implementasi dan pada fase operasi. Keempat tahapan konsolidasi DC tersebut akan dijelaskan pada tiga lapisan (layer), yang berupa lapisan bisnis, lapisan aplikasi dan lapisan infrastruktur. Sehingga pada fase perencanaan pada framework Omar Zaidi akan menjelaskan prespektif perencanaan dari lapisan bisnis, perencanaan dari lapisan aplikasi dan perencanaan pada lapisan infrastruktur, demikian juga pada fase desain, fase implementasi dan fase operasi. Sehingga akan terbentuk sebagai suatu matriks berordo 4x3, dimana dalam konsistensi implementasinya akan terisi 11 matriks. Fase operasi framework Omar Zaidi tidak menjelaskan lapisan bisnis enterprise, karena lapisan bisnis akan terukur efektifitasnya pada fase pasca implementasi. Sehingga apabila perencanaan dan desain dilakukan dengan benar, akan memiliki dampak minimal pada implementasi lapisan bisnisnya.
Gambar-1: Framework Konsolidasi DC [Omar Zaidi: 2005]

Perlakuan framework dibedakan pada perencanan pembangunan dan implementasi. Pada fase perencanaan dan desain akan dilaksanakan dari lapisan bisnis menuju lapisan infrastruktur (pendekatan top down). Pada kedua fase ini secara hierarki menekankan pentingnya pendekatan bisnis yang digunakan pada lapisan di bawahnya. Pemahaman pada area bisnis enterprise akan memberikan dukungan pembangunan aplikasi dengan lebih baik. Pemahaman kebutuhan konsolidasi aplikasi akan membantu desain konsolidasi infrastruktur dengan efektif. Pada pembangunan DC berbasis framework Omar Zaidi akan dieksekusi dari lapisan infrastruktur, aplikasi menuju lapisan bisnis (pendekatan bottom up). Pendekatan penting dalam implementasi adalah mengerjakannya pada lapisan paling bawah. Keefektifan pada lapisan infrastruktur akan mendukung aplikasi-aplikasi berjalan efisien, yang pada akhirnya memberikan keunggulan kompetitif wide-enterprise.
Model disaster recovery berbasis konsolidasi framework DC, tidak semua aplikasi dimasukan dalam DC, hal ini terkait dengan beban TCO dan optimalisasi kinerja sistem. Pada fase perencanan dan desain, aplikasi-aplikasi yang dilibatkan dalam DC adalah yang memiliki kontribusi loss benefit tinggi yang diperoleh dari rekomendasi BIA. Sedangkan infrastruktur DC dioptimalkan berdasarkan efisiensi yang diperoleh dari kinerja pengelolaan aplikasi-aplikasi kritis. Implementasi framework konsolidasi DC akan didukung oleh guideline berupa definisi deskripsi kunci tugas (key task) dan resiko asosiasi (associated risk) yang muncul pada minimnya konsistensi implementasi framework [10]. Evaluasi dari keberhasilan disaster recovery berbasis framework DC, akan ditinjau pada pasca fase implementasi. Dimana evaluasi akan mempertemukan lapisan bisnis pada fase perencaaan dan laporan operasi yang diperoleh dari Quality of Experience (QoE) serta laporan eksekutif dan bisnis vertikal.

5.6. Tinjauan Sudut Pandang
Beberapa prespektif dapat digunakan sebagai tinjuan efektifitas perencaan disaster recovery berbasis framework DC. Sudut pandang diambil dari prespektif Enterprise Architecture [7], dengan analisis prespektif sebagai berikut :
a). Perencana (planner) DC, konsep framework yang membentuk matriks yang terstruktur, membuat perencanaan dalam hierarki yang memudahkan memetakan kebutuhan bisnis, aplikasi dan infrastruktur dari disaster recovery berbasis DC.
b). Perancang (designer) DC, sudut pandang akan terkait dengan aktifitas intermediasi antara apa yang diinginkan pemilik sistem dan apa yang dapat dicapai secara teknis dan fisik. Framework konsolidasi DC bagi pengelolaan disaster dibangun, pada sudut pandang desainer akan optimal dalam capaian teknik dan fisik.
c). Pembangun (builder), sudut pandang berkaitan dengan model teknologi yang akan dikembangkan. Framework Omar Zaidi (2005) memberikan arahan pembangunan konsolidasi DC akan dibangun dari tingkatan bawah menuju tingkatan atas (pendekatan bottom up), yaitu diri lapisan infrastruktur, kemudahan lapisan aplikasi dan berakhir pada dukungan pada lapisan bisnis. Pembangunan harus konsisten dengan perencanaan pada sisi bisnis, sehingga model pengelolan disaster recovery akan identik dan sejalan dengan pembangunan Enterprise Architecture.
d). Pelaksana (integrator), sudut pandang subkontraktor berkaitan dengan model. framework Omar Zaidi membutuhkan definisi yang jelas dalam pelaksanaannya, dukungan layanan yang terus berlanjut dan resiko migrasi karena pelaksana tidak memahami kebutuhan konsolidasi, dijembatani dengan perlunya SLA. Pihak ketiga maupun pelaksana memiliki batasan spesifik mengenai kebutuhan pengadaan layanan dan infrastruktur bagi model disaster recovery berbasarkan SLA yang dimiliki pada wide-enterprise.

6. Kesimpulan
Kesimpulan ini akan terkait dengan uraian pemahaman mengenai disaster recovery berbasis framework. Hal-hal yang dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a.Konsep disaster yang dikembangkan dengan menggunakan DC memiliki beberapa tahapan berkaitan dengan lapisan bisnis, aplikasi dan infrastruktur, sehinga perencanaan disaster recovery akan lebih difokuskan pada aplikasi-aplikasi yang memiliki nilai vital bagi operasional dan membuat infrastruktur akan lebih praktis dan efisien.
b.Dalam implementasi DC, kebutuhan definisi SLA pada proyek pengelolaan disaster yang melibatkan pihak ketiga (outsource) harus memiliki batasan jelas, sehingga dapat ditatapkan suatu penyelenggaraan layanan baku dari proses bisnis yang ada.
c.Implementasi layanan DC dalam fungsi disaster recovery, sangat tergantung pada kajian yang diperoleh BIA. Kajian BIA memberikan pemahaman seberapa pentingkah keterjaminan aplikasi dari proses bisnis akan diselenggarakan. Wide- enterprise yang memiliki sensitifitas pada loss benefits dan direkomendasikan dijalankan pada layanan recovery platinum.
d.Implementasi framework DC dikatakan efektif apabila pasca-implementasi didapatkan peningkatan kinerja sistem, reduksi beban TCO dan mitigasi resiko. Pada fase operasi, efektifitas terukur dengan adanya baseline Key Performance Indcators (KPI) pada lapisan infrastruktur dan pengawasan tingkat layanan pada lapisan aplikasi serta adanya evaluasi kulitas pada lapisan bisnis.



Jurnal Ilmiah Lainnya...
[1] Alat Bantu Pemberajaran Mata Kuliah Projek PBE: Model Simulasi Multimedia
Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi, Volume 2 No. 1 ISSN: 1087-0868. Resume mengeni rancang bangun alat dukung pengajaran, serta pengukuran efektifitasnya dengan pendekatan statistik kuantitatif.
[2] Pengembangan Pendidikan dan Sosio Ekonomi Pada Pesantren Desa Ngrembel dan Unit Ekonomi Masyarakat di Sekitarnya.
Jurnal DIANMAS. Inovasi dan Aplikasi Ipteks. Volume 1 No.1 ISSN: 2089-9602. Publikasi Pengabidan Masyarakat di Desa Ngrebel dengan luaran rekayasa biogas portabel, pengebangan pendidikan PAUD, pembuatan koperasi pesantren, pengembangan pendekatan BCCT serta pengenalan TIK. Dengan luaran pengabdian masyarakt yang terukur.
[3] Katalog Produk 3D pada Industri Cinderamata Bubut Kayu Jati Sentra Jepon, Blora.
Jurnal Teknologi Informasi. Volume 1 No.1 Agustus 2010; ISSN: 2087-0868. Publikasi Pengabdian Masyarakat berupa pengebangan Tehnologi Katalog digital dan Prototipe 250 item Produk berbasis Pendekatan Visual 3D.
[4] Bagaimana Konsep dan Framework Membanggun e-Goverment di Indonesia.
Jurnal JAPBI . Januari 2005. ISSN: 1411-6871. Konsep pendekatan kerangka kerja mengembangkan e-Goverment di Indonesia berakar pada pendekatan kepuasan layanan publik dan Tata kelola IT (IT Good Governance).
[5] Audit Sistem Untuk Menilai Ketercapain Dukungan Layanan Sistem dan Pengawasan Manajemen berbasis COBIT pada Institusi. Jurnal Ilmiah. 2011. Mengembangkan pendekatan yang berakar melalui model COBIT pada konsep asitektur tehnologi dilingkungan lembaga pendidikan
[6] Disaster Recovery System Berbasis Framework Data Center pada Wide-Enterprise. Presentasi Seminar Nasional Manajemen V. ITS 2006. Prosiding ISBN 979-99735-2-X. Paparan makalah menjelaskan konsep strategis dari Framework DC Omar Zaidi dengan konsep pengengan terstruktur bagi manajemen disaster pada Wide Enterprise.
[7] Model Sofware Bagi Pengajaran pada Mata Kuliah E-Commerce; Pengabangan Model Pengajaran bagi Konten e-Learning. Publikasi Penelitian Dosen Muda. Tahun 2008. Jurnal RAGAM, Jurnal Pengebangan Humniora. Vol.9 No.3 ISSN:1412-1050. Konsep pendekatan kurikulum PBL pada Matakuliah e-commerce dalam rangka menjembatani keterbatasan infrastuktur dan simulasi.
[8] Locus of Control. Penelitian Sosio Ekonomi untuk mengukur Konsep LoC dalam Lingkungan Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Prestasi Akademik. Jurnal RAGAM: Jurnal Pengembangan Humaniora. Vol 9 No. 3 Desember 2009. ISSN: 1412-1050. Mengenai Konsep LOC bagi pendekatan pada area akademik dalam rangka peningkatan prestasi.
[9] Paradigma Perpustakan Digital berbasis pada Recomender System Mobile Media. Pengembangan Konsep Perpustakaan Digital yang ditiger menggunakan algoritma komponen prinsipal analisis (KPA) yang disebarkan menggunakan SMS. Telah terpublikasi dalam Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi.


7. Daftar Pustaka
[1] Edward Wustenhoff, Sun System (2002), “Service Level Management in the Data Center”, http://www.sun.com/blueprints, akses : 24 Oktober 2004, 21:00 wib.
[2] Georgia Institut of Technology (2005) “Informaton Technology Policy, Common Definition”. Standart Document No.05.GIT.170 Rev 1.5.
[3] IBM. (2003) “Dynamic Infrastructure” http://www.ibm.com/, akses : 5 November 2005, 09:00 wib.
[4] Jayaswal Kailas (2006). “Data Center, Adminsitarion: Server, Storage, Service Over IP”. Wiley Publising. Indiana USA.
[5] Mathew Liotine (2003), “Mision Critical Network Planning”, Artech House Inc.Boston
[6] Meta Group. (2004) “Business Impact and Return on Investment from Mainframe Rehosting” Case Study White Paper Commissioned by Sun Microsystems.
[7] Rockwel Bonecutter (2005). “Data Center Consolidation Offering Overview”. Associate partner & Global Lead. Accenture Data Center Offerings.
[8] Sastramihardja, Husni (2005), “Enterprise Architecture”, Course Presentation, Institut Teknologi Bandung, Indonesia, April 2005.
[9] Spewak, Steven H., Steven C. hill. (1992). “Enterprise Architecture Planing: Developing Blueprint for Data, Applications and technologiey”, Princeton, USA
[10] Sun, “Blueprint, Data Center Desain Filosofi”, http://www.sun.com, akses : 24 Oktober 2005, 21:00 wib.
[11] Zaidi Omar, Ronny Ray (2005). “Data Center Consolidation: Using Performance Memories”.http://searchnetworking.techtarget.com, akses: 14 Oktober 2005, 10:00 wib.
[12] Zifa. www.zifa.com, akses: 11 Oktober 2005, 15.00 wib.

Newer Prev Home